Resensi Buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”
Buku setebal 631 halaman ini al hamdulillah selesai saya baca, maka
terjawab sudah rasa penasaran saya terhadap
buku bertajuk sebuah perjuangan dibalut keimanan yang mendalam . Dalam ekspedisi
membaca saya dapatkan banyak warna dan rasa, insya Allah saya akan uraikan satu
persatu.
1.
Harapan, kisah ini dimulai dengan sebuah harapan yang perlahan tapi tajam
mengiris hati setiap muslim +62 dari
sabang sampai marauke setelah membaca kisahnya. Yaitu sebuah harapan kuat agar
muslim Nusantara lah yang sanggup dan mau berjuang untuk menjadi pemimpin, maju
mengayomi dan menjaga hak-hak serta memakmurkan bumi. Maka kalimat Syeikh yang
berdengung itu akan selalu diingat, “Sungguh aku berharap agar yang dimaksud
Rasulullah itu adalah kalian, wahai banga muslim Nusantara………”. Akankah kita sanggup? Saya
optimis meski tak mengerti harus bagaimana, yang jelas berusaha melakukan yang
terbaik, dan tak lelah berkontribusi untuk umat adalah salah satu jalannya. Langkah
demi selangkah kita capai syarat dan sebabnya.
2.
Cita-cita, luhur dan merekah buah dari kebaikan budi, impian yang tulus,
persaudaraan yang erat. Hingga menjadikan tujuan hidup seperti yang dikehendak
Tuhannya. Cita-cita Sang Pangeran yang suci tak bisa kita lupakan, semoga kita
menjadi bagian dari mewujudkannya “baldatun tayyibatun wa rabbun ghofurr”.
Juga
menjadikan cita-cita atas dasar persaudaraan dengan asas saling tolong
menolong, berjibaku, bekerja keras. Seperti cita-cita para janissary terakhir
yang luhur dan tulus untuk membantu perjuangan muslim Nusantara.
3.
Teladan, teladan yang kentara nilai di buku ini bersemi dan meluas ,
seorang ibu penjual cenil di pasar dan bapak tukang besi pun memberikan
contohnya pada pembaca bahwa kebaikan bisa dilakukan oleh siapa saja, dengan
ketulusan itu sudah menjadi istimewa.
4.
Sadar, sadar bahwa firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 120, jelas
terbukti bahwa musuh Allah begitu totalitas dengan segala daya upayanya ingin
menghancurkan umat Islam, strategi rumit, evaluasi yang tak sedikit, penilitian
yang lama dan sulit, sabar mereka lakukan meski dalam keadaan terjepit. Maka
diri ini begitu malu melihat perjuang itu, siapa mereka dan siapa kita. Tujuan
kita lebih mulia, jalan kita paling
benar, seharusnya totalitas dalam berjuang dan berdakwah itu kebutuhan
kita dan kewajiban kita untuk meninggikan kalimat Allah di bumi serta
menebarkan kebaikan, juga mengamalkan firman-Nya dalam surat Al-Hajj ayat 78.
Takkan ciut , takkan gentar, takkan takut karna mereka yang kita duga kompak
dan bersatu, sebenarnya hati-hati mereka berpisah dan bercerai-berai.
5.
Bernilai, nilai kesabaran dalam perjuangan, kejernihan dalam mengahadapi
tantangan, strategi untuk menang, iman yang tenang menyejukkan, keteguhan yang
menghujam ke hulu hati terdalam. Sejatinya adalah nilai kehidupan yang harus
kita jadikan bingkai pikiran. Adapum pedihnya penderitaan, sakitnya pengkhianatan,
sedihnya perpisahan, pahitnya kekalahan, bukanlah alasan untuk berbalik ke
belakang. Karna kekalahan pada hakikatnya ketika bersendirian tanpa ridho Tuhan,
lalu ditinggalkan tanpa pertolongan, sibuk bermandikan kemaksitan, hingga jatuh
ke dalam jurang kenistaaan. Begitu bijaknya kata Sang Pangeran.
6.
Radikal,
udik, fanatik. Adalah
kata-kata penjajah murahan mensifati Sang Pangeran. Biarkan saja, karna
begitulah isi otaknya, bebas dan lepas tanpa kendali tanpa arah. Namun
begitulah seorang pejuang dibenci, yang sebenarnya ditakuti oleh musuh Allah
itu. Biarlah nyinyiran mereka senandungkan. Karna tanpa keimanan yang kuat
Perang Sabil tak begitu dasyat, tanpa keimanan yang tak gentar Perang Sabil tak
begitu membakar. Sedih ketika meilihat banyak muslim yang sok kafir yang dengan
agamanya sendiri mangkir, sok barat lantas meninggalkan adat lupa akhirat.
7.
Filosofis, filosofi latar tempat, situasi dan kondisi yang berkaitan dengan
bangunan yang ada begitu indah dirasa. Bagaimana tidak? hanya sebuah pohon atau
gambar bisa diartikan dengan agamis dan rasional. Mengubah pandangan saya yang
“saya kira” orang jawa turun temuru kejawen dan banyak mistisnya ternyata tak
begitu-begitu amat. Bahkan budaya Islam terpancar dalam seni-seninya yang
secara lembut mengartikan nilai bagi para penduduknya.
8.
Ensiklopedia, latar tempatnya pula beragam, rumit, detail, luas, tapi asyik.
Kadang bisa membuat orang kurang piknik seperti saya ini bisa jauh membayangkan,
berkelana ke tempat dimana para tokoh diceritakan dengan begitu dramatis dan
eksotis. Meski berulang kali harus tanya mbah google untuk membantu menambah
bayangan kisahnya.
9.
Hakikat
musuh, saya teringat perkataan dosen saya
di kelas tentang hakikat musuh yang harus diwaspadai seorang muslim, yaitu hawa
nafsu yang membawa keburukan, kedengkian seorang muslim, tipu muslihat syaithan
, dan stretegi kafir. Semua begitu tergambar di kisah , kasih dan selisih Sang
Pangeran dan Janissary terakhir. Bagaimana Sang Patih bisa begitu hasadnya
hingga membawanya pada kesengsaraan, bagaimana bujukan syaithan, hawa nafsu
pada dunia, dan strategi musuh memperdayai para pejuang islam hingga menyerah.
Tentu kita belum tentu bisa sanggup bertahan dengan serangan lembut seperti itu
jika kita hidup di masa itu, namun setidaknya kita mendapat pelajaran dan
mengitahui tipu muslihat selalu saja begitu.
10.
Kisah
manisnya yang romantis dan sedihnya yang mengiris. Bagaimana bisa sebuah kata yang bernama cinta yang karena Allah
itu bersemai indah bersama kesetian, kata-kata romantis, perjuangan yang
dramatis. Lantas banyak memberikan inspirasi tentang kesetian, pengorbanan, dan
tanggung jawab. Namun kenapa beberapa tokoh utamanya yang digambarkan terlalu
sempurna, tanpa cacat dan cela, bak dongeng yang sempurna?. Tak apalah sebagai
bumbu manisnya dan bisa dijadikan teladan. Kisah ini memperdalam cinta juga
dalam ketulusan, persatuan, dalam aspek kehidupan.
11.
Pesan
persatuan, agaknya penulis mempunyai ilmu
perekat dimana sebenarnya pesan persatuan di dalam buku ini jelas terlihat,
ketika membahas manhaj, atau sekte tertentu oleh ulama Jawa ketika berada di rumah Allah, yang
diutamakan adalah pesan persatuan, masya Allah. Karna bersatu kita kuat, sejuk
dan damai. Kita semua pasti sudah lelah terkotak-kotakan, tercerai-berai, dan
berpisah . lelah sekali. Muak berdebat, bosan bertengkar hanya karna
masalah-masalah sepele tentang furu’ agama yang dibesar-besarkan. Namun membahas
masalah besar terdiam dan ditinggalkan. Sudahlah, balikan yuk, bersatu yuk.
Kita raih kembali kekuatan dengan persatuan umat.
12.
Menghibur, penuh banyolah dan candaan lucu yang membuat cerita tidak selalu
tegang. Saya membayakan punakawan Asisten Sang pangeran dan Basah katib adalah
obat penghilang nyeri, pereda bengkak. Ketika tegang-tegangnya jadi ambyar deh.
Jadi membaca semakin asyik. Perannya pas di kondisi yang pas.
13.
Kepemimpinan, kita sadari bahwa peran pemimpin amatlah penting. Pemimpin yang
buruk akan memimpin dengan buruk, sewenang-wenang, menyalahi aturan agama, dan menyengsarakan rakyat.
pemimpin yang baik akan memimpin dengan baik, membawa kemaslahatan, perdamaian,
kesejukan, dan kesejahteraan bagi setiap yang dipimpinnya. Maka peran umara
sangatlah penting, juga penting mempersiapkan pemimpin yang layak dan pas.
Hingga agama ini tegak, Negara maju, dan rakyat bahagia. Peran para ulama untuk
mempersiapkan para generasi pemimpin yang layak juga tak boleh dilupakan. Umara
dan ulama sejalan sevisi dan semisi. Mantul banget.
14.
Maktub, sejarah sampai pada kita hari ini adalah berkat para penulisnya.
Dengan sudut pandangnya, dengan membawa pola pikirnya. Sejarah tak bisa
dipisahkan dengan spiritual dan moral
pada zamannya. Sejarah tetaplah sejarah. Namun sejarah yang kita ketahui dari kecil
dalam buku IPS tidak menyumbang banyak inspirasi, teladan, dan motivasi. Hanya
menghafal tahun dan nama tanpa nilai, tanpa rasa. Maka jazakumullah kepada para sejarawan yang
berani mengungkap fakta, memberikan tambahan rasa spiritual yang sejatinya memang
dahulu ada namun sengaja dipendam. Deislamisasi sejarah katanya. Layaknya
sejarah tak berhenti dengan hanya mengetahuinya tapi memiliki makna tertentu,
sumber inspirasi, dan teladan manusia. Jazakallah kepada penulis Sang Pangeran
dan Janissary terakhir yaitu Ust Salim A.Fillah, atas tulisan mengisnpirasinya,
semoga Allah selalu beri kemudahan dan keberkahan di setiap lelah dakwahmu.
Karya antum takkan hilang dari ingatan dan insya Allah akan menghiasi peradaban
Nusantara khususnya, Islam pada umumnya. Maktub.
Darul
Qur’an , Bogor
Avnie suhayla