Selasa, 28 Januari 2020

Resensi Buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”



Resensi Buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”
 

Buku setebal 631 halaman ini al hamdulillah selesai saya baca, maka terjawab sudah rasa penasaran  saya terhadap buku bertajuk sebuah perjuangan dibalut keimanan yang mendalam . Dalam ekspedisi membaca saya dapatkan banyak warna dan rasa, insya Allah saya akan uraikan satu persatu.

1.      Harapan, kisah ini dimulai dengan sebuah harapan yang perlahan tapi tajam mengiris hati setiap muslim +62  dari sabang sampai marauke setelah membaca kisahnya. Yaitu sebuah harapan kuat agar muslim Nusantara lah yang sanggup dan mau berjuang untuk menjadi pemimpin, maju mengayomi dan menjaga hak-hak serta memakmurkan bumi. Maka kalimat Syeikh yang berdengung itu akan selalu diingat, “Sungguh aku berharap agar yang dimaksud Rasulullah itu adalah kalian, wahai banga muslim  Nusantara………”. Akankah kita sanggup? Saya optimis meski tak mengerti harus bagaimana, yang jelas berusaha melakukan yang terbaik, dan tak lelah berkontribusi untuk umat adalah salah satu jalannya. Langkah demi selangkah kita capai syarat dan sebabnya.

2.      Cita-cita, luhur dan merekah buah dari kebaikan budi, impian yang tulus, persaudaraan yang erat. Hingga menjadikan tujuan hidup seperti yang dikehendak Tuhannya. Cita-cita Sang Pangeran yang suci tak bisa kita lupakan, semoga kita menjadi bagian dari mewujudkannya “baldatun tayyibatun wa rabbun ghofurr”.  Juga  menjadikan cita-cita atas dasar persaudaraan dengan asas saling tolong menolong, berjibaku, bekerja keras. Seperti cita-cita para janissary terakhir yang luhur dan tulus untuk membantu perjuangan muslim Nusantara.


3.      Teladan, teladan yang kentara nilai di buku ini bersemi dan meluas , seorang ibu penjual cenil di pasar dan bapak tukang besi pun memberikan contohnya pada pembaca bahwa kebaikan bisa dilakukan oleh siapa saja, dengan ketulusan itu sudah menjadi istimewa.

4.      Sadar, sadar bahwa firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 120, jelas terbukti bahwa musuh Allah begitu totalitas dengan segala daya upayanya ingin menghancurkan umat Islam, strategi rumit, evaluasi yang tak sedikit, penilitian yang lama dan sulit, sabar mereka lakukan meski dalam keadaan terjepit. Maka diri ini begitu malu melihat perjuang itu, siapa mereka dan siapa kita. Tujuan kita lebih mulia, jalan kita paling  benar, seharusnya totalitas dalam berjuang dan berdakwah itu kebutuhan kita dan kewajiban kita untuk meninggikan kalimat Allah di bumi serta menebarkan kebaikan, juga mengamalkan firman-Nya dalam surat Al-Hajj ayat 78. Takkan ciut , takkan gentar, takkan takut karna mereka yang kita duga kompak dan bersatu, sebenarnya hati-hati mereka berpisah dan bercerai-berai. 

5.      Bernilai, nilai kesabaran dalam perjuangan, kejernihan dalam mengahadapi tantangan, strategi untuk menang, iman yang tenang menyejukkan, keteguhan yang menghujam ke hulu hati terdalam. Sejatinya adalah nilai kehidupan yang harus kita jadikan bingkai pikiran. Adapum pedihnya penderitaan, sakitnya pengkhianatan, sedihnya perpisahan, pahitnya kekalahan, bukanlah alasan untuk berbalik ke belakang. Karna kekalahan pada hakikatnya ketika bersendirian tanpa ridho Tuhan, lalu ditinggalkan tanpa pertolongan, sibuk bermandikan kemaksitan, hingga jatuh ke dalam jurang kenistaaan. Begitu bijaknya kata Sang Pangeran.

6.      Radikal, udik, fanatik. Adalah kata-kata penjajah murahan mensifati Sang Pangeran. Biarkan saja, karna begitulah isi otaknya, bebas dan lepas tanpa kendali tanpa arah. Namun begitulah seorang pejuang dibenci, yang sebenarnya ditakuti oleh musuh Allah itu. Biarlah nyinyiran mereka senandungkan. Karna tanpa keimanan yang kuat Perang Sabil tak begitu dasyat, tanpa keimanan yang tak gentar Perang Sabil tak begitu membakar. Sedih ketika meilihat banyak muslim yang sok kafir yang dengan agamanya sendiri mangkir, sok barat lantas meninggalkan adat lupa akhirat.

7.      Filosofis, filosofi latar tempat, situasi dan kondisi yang berkaitan dengan bangunan yang ada begitu indah dirasa. Bagaimana tidak? hanya sebuah pohon atau gambar bisa diartikan dengan agamis dan rasional. Mengubah pandangan saya yang “saya kira” orang jawa turun temuru kejawen dan banyak mistisnya ternyata tak begitu-begitu amat. Bahkan budaya Islam terpancar dalam seni-seninya yang secara lembut mengartikan nilai bagi para penduduknya.


8.      Ensiklopedia, latar tempatnya pula beragam, rumit, detail, luas, tapi asyik. Kadang bisa membuat orang kurang piknik seperti saya ini bisa jauh membayangkan, berkelana ke tempat dimana para tokoh diceritakan dengan begitu dramatis dan eksotis. Meski berulang kali harus tanya mbah google untuk membantu menambah bayangan kisahnya.

9.      Hakikat musuh, saya teringat perkataan dosen saya di kelas tentang hakikat musuh yang harus diwaspadai seorang muslim, yaitu hawa nafsu yang membawa keburukan, kedengkian seorang muslim, tipu muslihat syaithan , dan stretegi kafir. Semua begitu tergambar di kisah , kasih dan selisih Sang Pangeran dan Janissary terakhir. Bagaimana Sang Patih bisa begitu hasadnya hingga membawanya pada kesengsaraan, bagaimana bujukan syaithan, hawa nafsu pada dunia, dan strategi musuh memperdayai para pejuang islam hingga menyerah. Tentu kita belum tentu bisa sanggup bertahan dengan serangan lembut seperti itu jika kita hidup di masa itu, namun setidaknya kita mendapat pelajaran dan mengitahui tipu muslihat selalu saja begitu.
10.  Kisah manisnya yang romantis dan sedihnya yang mengiris. Bagaimana bisa sebuah kata yang bernama cinta yang karena Allah itu bersemai indah bersama kesetian, kata-kata romantis, perjuangan yang dramatis. Lantas banyak memberikan inspirasi tentang kesetian, pengorbanan, dan tanggung jawab. Namun kenapa beberapa tokoh utamanya yang digambarkan terlalu sempurna, tanpa cacat dan cela, bak dongeng yang sempurna?. Tak apalah sebagai bumbu manisnya dan bisa dijadikan teladan. Kisah ini memperdalam cinta juga dalam ketulusan, persatuan, dalam aspek kehidupan.

11.  Pesan persatuan, agaknya penulis mempunyai ilmu perekat dimana sebenarnya pesan persatuan di dalam buku ini jelas terlihat, ketika membahas manhaj, atau sekte tertentu oleh  ulama Jawa ketika berada di rumah Allah, yang diutamakan adalah pesan persatuan, masya Allah. Karna bersatu kita kuat, sejuk dan damai. Kita semua pasti sudah lelah terkotak-kotakan, tercerai-berai, dan berpisah . lelah sekali. Muak berdebat, bosan bertengkar hanya karna masalah-masalah sepele tentang furu’ agama yang dibesar-besarkan. Namun membahas masalah besar terdiam dan ditinggalkan. Sudahlah, balikan yuk, bersatu yuk. Kita raih kembali kekuatan dengan persatuan umat.


12.  Menghibur, penuh banyolah dan candaan lucu yang membuat cerita tidak selalu tegang. Saya membayakan punakawan Asisten Sang pangeran dan Basah katib adalah obat penghilang nyeri, pereda bengkak. Ketika tegang-tegangnya jadi ambyar deh. Jadi membaca semakin asyik. Perannya pas di kondisi yang pas.

13.  Kepemimpinan, kita sadari bahwa peran pemimpin amatlah penting. Pemimpin yang buruk akan memimpin dengan buruk, sewenang-wenang, menyalahi  aturan agama, dan menyengsarakan rakyat. pemimpin yang baik akan memimpin dengan baik, membawa kemaslahatan, perdamaian, kesejukan, dan kesejahteraan bagi setiap yang dipimpinnya. Maka peran umara sangatlah penting, juga penting mempersiapkan pemimpin yang layak dan pas. Hingga agama ini tegak, Negara maju, dan rakyat bahagia. Peran para ulama untuk mempersiapkan para generasi pemimpin yang layak juga tak boleh dilupakan. Umara dan ulama sejalan sevisi dan semisi. Mantul banget.

 

14.  Maktub, sejarah sampai pada kita hari ini adalah berkat para penulisnya. Dengan sudut pandangnya, dengan membawa pola pikirnya. Sejarah tak bisa dipisahkan dengan  spiritual dan moral pada zamannya. Sejarah tetaplah sejarah. Namun sejarah yang kita ketahui dari kecil dalam buku IPS tidak menyumbang banyak inspirasi, teladan, dan motivasi. Hanya menghafal tahun dan nama tanpa nilai, tanpa rasa.  Maka jazakumullah kepada para sejarawan yang berani mengungkap fakta, memberikan tambahan rasa spiritual yang sejatinya memang dahulu ada namun sengaja dipendam. Deislamisasi sejarah katanya. Layaknya sejarah tak berhenti dengan hanya mengetahuinya tapi memiliki makna tertentu, sumber inspirasi, dan teladan manusia. Jazakallah kepada penulis Sang Pangeran dan Janissary terakhir yaitu Ust Salim A.Fillah, atas tulisan mengisnpirasinya, semoga Allah selalu beri kemudahan dan keberkahan di setiap lelah dakwahmu. Karya antum takkan hilang dari ingatan dan insya Allah akan menghiasi peradaban Nusantara khususnya, Islam pada umumnya. Maktub.

Darul Qur’an , Bogor
        Avnie suhayla

p e l a t i h a n jurnalistik - ppt download

p e l a t i h a n jurnalistik - ppt download : Ciri utama naskah jurnalistik: Jenis tulisan : 1. Non Fiksi = Isinya berupa data dan fakta ...