Muslimah Berperan Bukan Baperan
(Afni Fatmawathi Harits)
Tidak ada yang meragukan peran muslimah dalam
menyusun batu bata peradaban Islam. Karena muslimah adalah Madrasah Peradaban
itu sendiri. Dari rahimnya lahir generasi terbaik dan terdidik. Sejarah telah mencatat muslimah hebat pembawa perubahan. Menuliskan
bakti mereka, dan bangga terhadap perjuangan serta pengorbanan mereka.
Muslimah hadir mewarnai peradaban dan meyakinkan kita akan
pentingnya sebuah peran. Peran apa pun, jika ikhlas dan totalitas, pasti akan
membuat perubahan. Bahkan, peran-peran
muslimah sering menjadi gerakan pembaharuan dan perbaikan pada zamannya.
Mencetak generasi hebat yang menaikkan martabat Islam.
Mari kita belajar pada generasi terbaik. Generasi yang dididik
langsung oleh Rasulullah ﷺ. Para Muslimah di
sekitar Rasulullah ﷺ adalah simbol
keteladanan sejarah yang memukau. Para Muslimah di sisi Rasulullah ﷺ memiliki peran yang hidup. Mereka telah
menghimpun ilmu, membumikan akhlak, menguatkan syariat, mengokohkan semangat, dan
mencerdaskan umat. Mereka adalah Ibu
peradaban Islam. Mereka berperan bukan baperan!
Mari kita menelaah sirah sahabiyah. Kita akan dapati Ummahatul
Mukminin (Ibu kaum beriman) dan muslimah lainnya, mencontohkan karakter dan
akhlak yang mulia. Dimana antara satu dan yang lainnya mendalami peran dalam
berbagai sektor perjuangan dakwah.
Siapa yang tak mengenal Ibunda Khadijah i dengan pengorbanan dan keimanannya yang kokoh. Beliau hadir
sebagai sosok yang pertama kali beriman disaat orang lain mendustakan
Rasulullah ﷺ. Beliau tak ragu sedikit pun untuk
mengorbankan segala yang ia miliki untuk dakwah Rasulullah ﷺ. Kesempurnaan akhlak dan kecerdasan sikap beliau menguatkan
dakwah Rasulullah ﷺ. Sehingga
kepergiannya menjadi tahun berduka (‘Aamul Huzni) bagi Rasulullah ﷺ.
Kemudian marilah kita memperhatikan peran Ibunda Aisyah i. Keluasan ilmu dan kecerdasan intelektualnya bak cakrawala. Beliau
adalah madrasah para Ulama, baik dari golongan sahabat atau tabi’in. Abu Musa
Al-Asy’ari h berkata, “Ketika kami sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ, menghadapi kesulitan dalam memahami suatu Hadits, lalu
bertanya kepada Ibunda Aisyah i,
maka kami pasti mendapat pemecahannya”.
Di sisi lain ada Ibunda Hafsah i
dengan keteguhan ibadahnya, hingga Allah ﷻ
dan Malaikat-Nya menggelarinya Sawwamah (ahli puasa) dan Qawwamah
(ahli ibadah). Adakah yang lebih indah dari persaksian Allah ﷻ dan Malaikat-Nya? Kita lihat pula kedermawanan Ibunda Zainab
binti Khuzaimah. Banyak yang mencintainya karna keluruhan hati dan sikap kasih
sayangnya pada sesama. Tak kalah hebatnya pengorbanan jihad dakwah para
muslimah. Mereka rela mengangkat
pedangnya, tak takut kesakitan dan kesulitan yang akan dihadapi demi membela
Islam dan Rasulullah ﷺ.
Mereka telah berkorban dengan waktu, harta, bahkan nyawa. Untuk
meninggikan syiar-syiar Islam. Tak peduli luka yang menganga, harta mereka yang
berharga, apatah nyawa yang setiap jiwa pasti akan kembali kepada-Nya. Jika
nafsu berkata, “Mengapa tubuh ini rela terluka?” maka dengan tegas iman mereka
menjawab, “Untuk mencari kemulian di sisi Allah ﷻ
Yang Maha Esa”.
Kemudian mari kita juga menelaah sejarah muslimah yang berperan
dari masa ke masa. Bagaimana peran muslimah dalam mendidik generasi. Ibu para
ulama dan umara (pemimpin). Penyongsong gerakan perbaikan yang membawa
martabat Islam kembali berjaya. Salah satu sosok teladan Ibu Peradaban adalah
Ibunda Syaikhul Islam Sufyan Al-Tsauri. Beliau sering mengevaluasi hasil
belajar anaknya. Ada sebuah ungkapan Ibunda Sufyan yang menurut penulis sangat luar
biasa, menggambarkan keshalihan dan keimanan beliau, “Wahai anakku, pergilah menuntut ilmu. Setelah
engkau menulis sepuluh huruf, lihatlah apakah menambah rasa takut, kesabaran,
dan kebijaksanaan dalam dirimu. Jika tidak, jangan engkau teruskan. Ketahuilah
bahwa itu akan membahayakanmu, dan tidak memberikan manfaat kepadamu”.
Begitu pula Ibunda Imam Asy-syafi’i, Ibunda Imam Ahmad bin Hanbal,
Ibunda Imam Bukhori dan banyak ulama lainnya yang dididik sendiri oleh Ibundanya
karna yatim sejak kecil. Lihat peran hebat Ibunda yang shalihah dan cerdas.
Mereka telah berperan dengan istimewa. Takkan ada yang bisa menggantikan
posisinya. Mereka berperan bukan baperan.
Masih terekam di benak kita, tokoh Pembebas Al-Quds, Shalahuddin
Al-Ayubi. Beliau bukanlah tokoh tunggal dalam panggung kegemilangan sejarah.
Generasi Shalahuddin adalah Generasi yang dipersiapkan dan dididik dengan baik.
Dididik oleh para Ulama dan semua tokoh yang berperan dalam kiprah dakwah.
Banyak muncul para ulama muslimah yang menghabiskan waktunya untuk
mendidik generasi. Tak sedikit pula Ulama muslimah ini menjadi rujukan keilmuan
pada zamannya seperti Syaikhah Fatimah binti Muhammad bin Ali Al-Bazzazah
Al-Baghdadiyah. Ada juga Syaikhah Taj An-Nisa binti Fadhail bin Ali At-Takriti.
Istri dari Abdul Qadir Al-Kilani. Ada pula Syaikhah Syams Ad-Dhuha, Syaikhah
Jauharah binti Al-Hasan, Syaikhah Sulaf binti Abu Al-Barakat dan yang lainnya.
Berkiprah di dunia pendidikan dan menjadikan peran ini sebagai nafas perjuangan
mereka.
Bukan hanya di bidang pendidikan. Para muslimah dari golongan
bangsawan juga turut berperan. Dengan Harta, mereka membuat madrasah, seperti
Sayyidah Zumurrud Khatun binti Jauli. Dialah istri dari Sultan Buri Thaftakin.
Kemudian Sitti Syam Zumurrud Khatun binti Ayyub yang merupakan saudara kandung
dari Shalahuddin Al-Ayubi ikut berperan dalam perubahan. Ia mendirikan dua
Madrasah dan juga pabrik obat dan Apotek besar sebagai pasokan obat untuk umat
dan tentara Islam yang berjuang melawan pasukan Salib.
Banyak juga peran muslimah lainnya dari semua kalangan ikut
bergerak dalam merubah kondisi yang tadinya terpuruk menjadi lebih baik.
Gerakan perubahan yang mereka lakukan adalah gerakan yang masif dan
berkelanjutan. Visioner dan terukur.
Gerakan ini tidak bisa dilakukan sendirian dan butuh banyak
kekuatan dari berbagai bidang. Peran manusia memang terbatas, tapi bukan
merupakan kelemahan. Muslimah hebat akan senantiasa berperan, di mana pun
tempat yang ia dibutuhkan, hingga tercipta perubahan.
Lantas, apa alasan terkuat dan terkokoh agar
muslimah berani mengambil peran? Dan apa yang bisa menjauhi muslimah dari sifat baperan yang
tidak pada tempatnya? Ia adalah iman. Iman yang kuat akan mendorong pemiliknya
meraih cita-cita yang tinggi. Berusaha meraih ridha Tuhan -Nya. Mengharapkan
kemulian di sisi-Nya. Hingga syahid
di jalan-Nya adalah cita-cita tertingginya.
Iman yang kuat akan mendorong pemilikinya memiliki cita-cita yang
mulia. Iman yang agung tidak akan rela dengan sesuatu yang rendah. Tidak mampu
dengan kehinaan. Tidak sanggup dengan kelemahan. Meski tubuhnya lelah,
pikirannya ringkih. Namun imanya membara,
ia akan bangkit. Melawan setiap rasa dan mengubahnya menjadi kerja nyata
untuk agama, untuk dakwah dan untuk orang yang membutuhkannya. Wahai muslimah
mari berperan bukan baperan!
Kematangan sikap menyebabkan
muslimah kerap gelisah,
dengan kondisi umat yang
semakin tak terarah
Keikhlasan jiwanya bangkit
mencakar Bumi,
pagi dan petang ia serahkan
untuk mendidik generasi
Dengan sebuah keyakinan dan
mimpi yang tinggi,
perannya di Bumi melangitkan
prestasi dan apresiasi
Langkahnya tak rapuh,
perjuangannya tak sia-sia,
meski jasadnya menua tapi
jiwanya remaja, cita-citanya membaja
Yang mendorong mereka adalah
keimanan,
Karna acapkali uang dan kekuasan menjadi beban
peradaban
Sejatinya, muslimah bukanlah
makhluk lemah,
namun mutiara indah yang
seringkali belum terasah
Sekecil apa pun peran,
tetaplah merupakan bentuk perjuangan,
bertahan dan kuatkan barisan,
hingga Allah ﷻ beri balasan dengan beribu kebaikan
(Muslimah Pembawa Perubahan; avnie suhayla)